News
Teknik Industri UPH Ambil Bagian Dalam Sosialisasi Program Life Cycle Assessment (LCA)
Universitas Pelita Harapan (UPH) menjadi salah satu institusi perguruan tinggi yang ambil bagian dalam upaya mempromosikan kegiatan penelitian dan penerapan Life Cycle Assessment (LCA) di Indonesia. Peserta berfoto bersama para pembicara lokakarya. Kajian literature menunjukkan bahwa penelitian dan penerapan Life Cycle Assessment (LCA), sebagai salah satu dasar pengukuran keberlanjutan (sustainability metrics), di Indonesia baru dalam tahap awal perkembangan, namun mulai menunjukkan tanda peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Universitas Pelita Harapan (UPH) menjadi salah satu institusi perguruan tinggi yang ambil bagian dalam upaya mempromosikan kegiatan penelitian dan penerapan Life Cycle Assessment (LCA) di Indonesia. Salah satu sumbangsih UPH melalui penelitan LCA dan sosialisasi hasil penelitian, pengajaran LCA dalam mata kuliah Rekayasa Daur Hidup, serta aktif dalam kegiatan seminar dan workshop LCA di lingkungan kampus maupun masyarakat dan pelaku industri yang dilakukan oleh dosen Teknik Industri, Dr. Jessica Hanafi. Jessica Hanafi adalah Doktor di bidang Life Cycle Engineering dari University of New South Wales (UNSW) Australia, dan memiliki spesialisasi pada bidang reverse logistics, life cycle engineering, sustainable manufacturing, sustainable supply chain and practices. Selain mengajar pada Prodi Teknik Industri UPH, Dr. Jessica juga merupakan reviewer untuk berbagai penelitian, konservasi dan jurnal terkait bidang keahliannya. Saat ini Dr. Jessica aktif dalam asosiasi ILCAN (Indonesian Life Cycle Assessment Network) sebagai treasurer and membership Coordinator. ILCAN sendiri adalah sebuah perkumpulan, network pelaku LCA di Indonesia yang didirikan pada 17 Desember 2014 oleh beberapa dosen perguruan tinggi dan peneliti dari lembaga riset. ILCAN bertujuan menjadi network LCA ditingkat nasional yang berfungsi mempromosikan penerapan LCA di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan cara berbagi informasi terkait kegiatan seputar LCA dan meningkatkan kapasitas pelaku LCA di kalangan akademisi, swasta, dan...
read more
The Indonesian Life Cycle Assessment Network holds its 1st annual meeting
What is the status of LCA research and application in Indonesia? The Indonesian Life Cycle Assessment Network (ILCAN) focused on the issue with of its first national workshop and annual meeting, held on 24-25 November 2015 in Puspiptek, Serpong. Better identifying LCA research and application The workshop provided a forum for LCA researchers and practitioners to share their works and to meet others who work in the same area. Keynote speakers were Mr. Noer Adi Wardojo from MOEF (Indonesia), Dr. Cécile Bessou from CIRAD (France), Prof. Shabbir Gheewala from KMUTT (Thailand), and Assoc. Prof. Yasuhiro Fukushima from Tohoku University (Japan). There were also 15 other invited speakers presenting various topics on LCA. It was a successful meeting with more than 100 active participants from academia, government, and private sectors. In addition to ILCAN, the event was co-organized and financed by the Ministry of Environment and Forestry, Indonesian Institute of Sciences, Pelita Harapan University, and PT Sucofindo. 100 active participants from academia, government, and private sectors joined in. It was a success for the young network, which was established in December 2014 by researchers and lecturers from research institutions and universities in Indonesia. A network to promote LCA research in Indonesia The Indonesian Life Cycle Assessment Network is a voluntary, non-profit organization with the objective to promote LCA research and its application to support sustainable development in Indonesia. It was established in December 2014 by researchers and lecturers from research institutions and universities in Indonesia. The main programs are to share information on LCA methodology and to build capacity on LCA competency to interested parties in academia, government, and industry....
read more
ILCAN: Pengembangan Produk Ramah Lingkungan Dapat Perkuat Pasar Ekspor
Bisnis.com, TANGERANG—Kepedulian industri atas dampak lingkungan dari daur hidup produk minim, padahal aspek ini bisa meningkatkan bisnis melalui perluasan pasar ekspor. Ketua Indonesian Life Cycle Assessment Network (ILCAN) Edi Iswanto Wiloso mengatakan saat ini negara-negara tujuan ekspor terutama Eropa banyak yang lebih memerhatikan aspek ramah lingkungan produk. Mereka menetapkan kriteria bahwa produk yang diimpor harus memiliki ecolabel tertentu. Hal ini dipakai sebagai jaminan bahwa barang bersangkutan memiliki daur hidup yang terbilang ramah lingkungan. Atau, setidaknya dapat diketahui berapa emisi karbon yang dihasilkan. “Kalau kita tidak melakukan itu, maka produk kita menjadi tidak kompetitif sehingga ditolak oleh mereka ,” ucapnya di sela Workshop Life Cycle Assesment (LCA), di Tangerang, Selasa (24/11/2015). Untuk meninjau potensi dampak lingkungan barang dapat menggunakan LCA tersebut. Dampak lingkungan tidak hanya diperhitungkan dari produk itu sendiri melainkan seluruh proses mulai dari pengambilan bahan baku, produksi, distribusi, pemakaian, sampai pembuangannya. “Produk-produk yang harus segera merintis analisis daur hidup adalah dari sektor agribisnis,” ujar Edi. Di tingkat global, tata cara untuk melihat potensi dampak lingkunganproduk diatur dalam satndar ISO 14021, 14024, dan 14025 tentang Environmental Labels and Declarations. Hal ini tidak hanya berlaku untuk produk melainkan juga jasa. Sumber:...
read more
Penerapan Analisis Dampak Lingkungan Produk Industri Dinilai Kurang Tegas
Bisnis.com, TANGERANG—Kajian soal analisis dampak lingkungan yang mencakup seluruh daur hidup produk di Indonesia perlu diperdalam. Bentuk analisis yang bisa digunakan ialah melalui life cycle assesment (LCA). Ini merupakan metode untuk menghitung potensi dampak lingkungan suatu produk. Minimnya studi soal LCA sejalan dengan rendahnya kesadaran penerapan ecolabeling dalam berbagai produk. Ketua Indonesian Life Cycle Assessment Network (ILCAN) Edi Iswanto Wiloso berpendapat dalam hal kajian soal LCA yang minim sebetulnya disebabkan ketidaan jaringan yang jelas di antara para periset. “Kalau potensi SDM kita punya,” katanya di sela Workshop tentang Riset LCA di Indonesia, di Tangerang, Selasa (24/11/2015). Sementara itu, menyoal rendahnya kesadaran pencantuman ecolabeling, seperti kotak informasi tingkat emisi produk, lantaran kurang dorongan dari pemerintah. Edi berpendapat semestinya pemerintah sebagai regulator bersikap lebih tegas sedangkan pelaku bisnis akan mengikuti. “Ini tergantung political will dari pemerintah. Sejalan dengan MEA, semestinya dibarengi dengan penggalakkan ini ,” ujarnya. Yang perlu diperhatikan pelaku usaha dalam menerapkan ecolabeling untuk produknya harus mengacu kepada daur hidup produk bersangkutan. Artinya, analisis yang dilakukan bermula dari pemilihan bahan baku, proses produksi, distribusi, konsumsi, sampai pembuangannya. Sumber:...
read more