27 Nov, 2015 | News
Bisnis.com, TANGERANG– Pendalaman penerapan life cycle assesment (LCA) di Indonesia perlu didorong mengingat implementasi dan kajiannya sekarang terbilang minim. Sejumlah negara di Eropa dan Amerika sekarang menetapkan standar ramah lingkungan di seluruh lini produksi melalui LCA. Ini adalah metode untuk menghitung potensi dampak lingkungan suatu produk. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) Laksana Tri Handoko mengatakan di Indonesia pemahaman tentang LCA belum sepenuhnya dimengerti kalangan industri. “Beberapa produk ekspor Indonesia pernah ditolak pasar Eropa dan Amerika karena tidak sesuai dengan LCA,” ujarnya di sela workshop LCA research in Indonesia, di Tangerang, Selasa (24/11/2015). Sebagaimetode pengukuran potensi dampak lingkungan, LCA mampu memperhitungkan dampaknya dari rangkaian proses produk. Ruang lingkup LCA tidak hanya pada produk jadi tetapi juga meliputi siklus hidup produk dari manufaktur, distribusi, sampai pembuangan akhir. Di tingkat global tata cara untuk melihat dampak lingkungan produk diatur dalam standar ISO 14021, 14024, dan 14025 tentang environmental labels and declaration. “Terminologi produk tidak terbatas pada barang tetapi juga jasa, bahkan organisasinya,” ujar Laksana. Sementara itu kini terjadi pergeseran tren konsumsi dunia. Konsumen bersedia membeli produk ramah lingkungan dengan harga lebih mahal. Melihat perubahan cara pandang konsumen inilah, produk di Tanah Air harus memerhatikan ecolabel. Sumber:...
27 Nov, 2015 | News
JAKARTA (erabaru.net) – Sejumlah negara Eropa dan Amerika saat ini telah menetapkan standar ramah lingkungan di seluruh lini produksi lewat Life Cycle Assesment (LCA), yaitu metode untuk menghitung potensi dampak lingkungan suatu produk. Sementara di Indonesia, pemahaman tentang LCA masih belum sepenuhnya dipahami oleh kalangan industri. “Beberapa produk ekspor Indonesia pernah ditolak oleh pasar Eropa dan Amerika karena tidak sesuai LCA,” jelas Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI, Laksana Tri Handoko dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (25/11/2015). Menurut Handoko, pada tingkat global tatacara untuk melihat potensi dampak lingkungan produk diatur dalam standard ISO 14021, 14024, dan 14025 tentang Environmental Labels and Declarations. Bahkan terminologi produk tidak terbatas pada barang tetapi juga jasa tapi organisasi. Handoko mengungkapkan saat ini terjadi pergeseran tren konsumsi dunia. Dia menambahkan konsumen bersedia membeli produk dengan label ramah lingkungan meskipun dengan harga yang lebih tinggi. Dia menilai berdasarkan perubahan pandang konsumen inilah yang membuat produk Indonesia juga harus memperhatikan ecolabel ini. Hal demikian diungkap oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang menggelar workshop “Life Cycle Assessment (LCA) Research in Indonesia” pada Selasa-Rabu, 24-25 November 2015 di Graha Widya Bakti, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pupspiptek), Serpong,Tangerang Selatan. Sementara Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Agus Haryono mengatakan, penerapan LCA sangat bermanfaat terutama bila proses pembuatan produk yang dikembangkan merupakan produk alternatif yang ramah lingkungan. “Sayangnya kajian literatur dan penelitian di Indonesia tentang LCA baru tahap awal perkembangannya saja dan jumlahnya masih terbatas,” jelasnya. Agus menjelaskan, untuk menerapkan LCA Indonesia idealnya harus memiliki dasar riset yang mencukupi sehingga dunia industri paham. Dia menuturkan, jumlah publikasi ilmiah tentang LCA di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara...
27 Nov, 2015 | News
JAKARTA (Koran Jakarta.Com) – Life Cycle Assessment (LCA) merupakan kajian siklus hidup yang belum mendapatkan perhatian dari pelaku-pelaku industri maupun pemerintah di Indonesia. Padahal LCA sangat diperlukan untuk menghitung envirionmental sustainability suatu produk ramah lingkungan yang akan semakin diminati di masa mendatang dan dapat menjadi nilai tambah untuk menembus pasar internasional. Atas dasar itulah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menggelar workshop on Life Cycle Assessment Reasearc in Indonesia yang berlangsung dua hari di Graha Widya Bhakti, komplek Puspitek, Serpong, Tangsel. Workshop tersebut menyajikan para pakar dari sejumlah negara seperti Thailand, Perancis dan juga dari Jepang. Para pembicara kunci ini membahas perkembangan tentang LCA di negara masing-masing. “Beberapa produk ekpor indonesia pernah ditolak oleh pasar eropa dan amerika karena tidak sesuai dengan LCA,” kata Deputi Bidang ilmu Pengetahuan teknik LIPI, Laksana Tri Handoko, Selasa (22/11). Menurut Laksana, saat ini terjadi pergeseran tren konsumsi dunia. Terutama di pasar-pasar Eropa dan Amerika dimana masyarakat lebih memilih produk berlabel ramah lingkungan meskipun dengan harga yang relatif lebih tinggi. LCA merupakan metode untuk menghitung potensi dampak lingkungan suatu produk. Yakni dampak dari seluruh rangkaian sebuah produk, mulai dari pengambilan bahan baku,proses produksi, pengangkutan dan pendisribusian hingga pembuangan akhir sebuah produk. Sementara itu kepala pusat penelitian Kimia LIPI, Agus Haryono mengatakan penerapan LCA di Indonesia idealnya harus memiliki dasar riset yang mencukupi sehingga dunia industri paham tentang hal ini.”Sayangnya kajian literatur dan penelitian di Indonesia tentang LCA baru tahap awal perkembanganya dan jumlahnya masih terbatas,” kata Agus. Ketua Indonesia Life Cycle assessment network( ILCAN) Edi Iswanto Wiloso mengaku masih terbatasnya sumber daya dibidang LCA ini. Edi yang juga peneliti senior di puslit Kimia LIPI ini mengatakan...
27 Nov, 2015 | News
Bisnis.com, TANGERANG—Penyusunan standar kriteria ekolabel dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI) diketahuibaru mencakup 13 kategori produk. Tri Hendro Utomo, Tim Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan dari belasan itu hanya dua SNI yang sudah digunakan untuk sertifikasi, yaitu kertas cetak tanpa salut dan kertas kemas. “Dari 13 kategori produk itu di antaranya keramik, kertas, kantung belanja plastik, kulit, serta tekstil dan produk tekstil,” ucap Tri usai Workshop tentang Life Cycle Assessment Research in Indonesia, di Tangerang, Selasa (24/11/2015). Sejauh ini belum banyak produk hijau alias barang berekolabel yang beredar di dalam negeri. Kondisi ini terpengaruh belum masifnya kesadaran untuk menggunakan dan memproduksi produk hijau baik dari sisi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Produsen sendiri enggan memulai memproduksi karena di lapangan peminatnya sedikit. Orientasi perusahaan tak lain yang penting produk yang dijual tetap laku. Asalkan laris maka tidak perlu mengubahnya, misalnya jadi lebih ramah lingkungan. “Untuk mendorong penggunaan produk ekolabel ada dalam bentuk proses pengadaan pemerintah. Jadi saat e-procurement kami masukan barang-barang yang berlabel itu sehingga lambat laun pembeli hanya beli produk ekolabel,” tutur Tri. Produk di Tanah Air kini baru mencapai tahapan ekolabel tipe II. Sekarang terdapat 43 produk berekolabel tipe pertama, terbanyak produk cat. Adapun yang mengadopsi ekolabel tipe kedua ada 14 produk, paling banyak adalah detergent. Tri menjelaskan Ekolabel Tipe I adalah produk yang mendapatkan label lingkungan atau Ekolabel dari Lembaga Sertifikasi Ekolabel dalam maupun luar negeri. Untuk mendapatkan Ekolabel Tipe I suatu produk terlebih dahulu harus memenuhi kriteria Ekolabel Produk yang telah ditetapkan. Produk yang mendapat label tipe tersebut merupakan barang yang beredar di Indonesia dari dalam negeri maupun luar negeri....
26 Nov, 2015 | News
(Okezone.com) Dalam rangka sosialisasi penerapan standard ISO 14001: 2015, Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan (PSLK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bekerjasama dengan Jurusan Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi (FaST) UPH mengadakan Workshop Fasilitasi Penerapan ’Environmental Management System (EMS) ISO 14001: 2015 danLife Cycle Assessment (LCA) Menuju Sustainable Supply Chain, pada Senin, 5 Oktober 2015. Acara ini dihadiri oleh Ir. Noer Adi Wardojo, M.Sc., Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan dan Kehutanan KLHK, dan empat narasumber yaitu Tri Hendro A. Utomo, MSc., Asdep Standardisasi dan Teknologi KLH, Dr. Jessica Hanafi, Dosen Teknik Industri FaST UPH, Edi Siswanto Wiloso, M.Sc Ketua Indonesia Life Cycle Assessment Network (ILCAN) dan Jemmy Chayadi, VP Sustainability APRIL Group. Acara seminar ini dimoderatori oleh Dr. Ir. Melanie Cornelia, MT. Dr. (Hon) Jonathan L. Parapak Seminar dibuka oleh Dr. (Hon) Jonathan L. Parapak M.Eng.Sc., Rektor UPH, dan Dr. Helena Margaretha M.Sc., Wakil Dekan FaST. Dalam sambutannya, Rektor mengatakan bahwa UPH merupakan institusi pendidikan yang peduli terhadap isu lingkungan, yang diimplementasikan dengan adanya lingkungan kampus yang hijau dan bebas rokok. ”Saya menyadari bahwa isu lingkungan ini sangat luas. Dan saya menyambut adanya upaya dengan standardisasi yang dapat membawa kepada kesejahteraan masyarakat untuk lingkungan yang lebih baik sehingga kita yang ada di dalamnya dapat berkarya lebih baik,” kata Rektor. Dr. Helena Dr. Helena Margaretha juga menyampaikan pentingnya seminar ini bagi mahasiswa untuk memperluas wawasan terhadap isu lingkungan dan sustainability. Ia juga berharap workshop ini menjadi awal dari kerjasama dari Program studi yang ada di FaST UPH dengan KLHKuntuk melakukan riset bersama yang dapat disumbangkan sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan. Ir. Noer Adi Wardojo Lebih lanjut Ir. Noer Adi Wardojo, M.Sc mengatakan alasan diadakannya seminar ini di kampus-kampus untuk...
Page 10 of 11« First«...7891011»
Translate »